MISTERI RUMAH KOSONG DAN JENDELA YANG TIDAK BISA TERBUKA 2

| Selasa, 10 Januari 2012
Minggu pagi, pukul 09.50 pagi. Mytha,Rossy, Dony, dan Fandy telah berada di depan rumah kosong dimana mereka bertemu dengan Riko, Christ, dan Zhee minggu lalu dalam petualangan malam yang mendebarkan. Mereka menunggu di bawah sebuah pohon di luar pagar rumah kosong itu. Sekitar 10 menit kemudian, Riko, Christ, dan Zhee datang dan langsung menghampiri mereka.
“Wah, kalian tepat waktu.” Kata Fandy menyongsong datangnya ketiga remaja itu.
“Kalian hebat. Datang lebih awal. Sudah berapa lama kalian datang ke sini?” Tanya Riko pada Fandy. Sepertinya mereka jauh lebih akrab sekarang.
“Kami datang ke sini 10 menit sebelum kalian datang. Nah, bagaimana jika kita mulai saja penyelidikan kita. Bagaimana cerita yang kalian dengar tentang rumah ini?” jawab Fandy.
“Tentang pembunuhan yang terjadi 15 tahun lalu di rumah ini, kalian pasti sudah tahu kan? Menurut cerita yang kami dengar, pembunuhan itu dilakukan oleh 2 orang. Motifnya adalah harta yang tersimpan di rumah ini. Dulunya, penghuni rumah ini adalah keluarga kaya yang memiliki beberapa perusahaan besar. Ada 4 orang anggota keluarga, dan semuanya terbunuh pada hari itu.” jelas Christ pada teman-temannya.
“Tunggu. Apa kalian yakin anggota keluarga itu hanya 4 orang?” Tanya Mytha tiba-tiba memotong cerita Christ.
“Menurut cerita yang kami dengar, anggota keluarga itu memang 4 orang. Seorang ayah, seorang ibu, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan.” Jawab Zhee menambahkan cerita Christ.
“Anggota keluarga itu bukan 4 orang. Aku sudah mencari buktinya dengan bertanya pada masyarakat setempat dan polisi.” Kata Mytha lagi.
“Apa? Bagaimana kau tahu jika anggota keluarga itu bukan 4 orang?” Tanya Fandy. Teman-teman yang lainnya juga terkejut mendengar perkataan Mytha.
“Kalian ingat album foto yang aku temukan saat kita melakukan uji nyali waktu itu? di dalam foto itu, si Ibu sedang hamil. Kamu juga melihatnya kan, Rossy?” Tanya Mytha pada Rossy yang saat itu juga ikut melihat album foto itu. Rossy hanya mengangguk. “Aku lupa tanggal yang ada pada foto itu. Karena itu, aku memastikannya dengan bertanya pada masyarakat sekitar dan pada polisi yang menangani kasus itu 15 tahun lalu.” sambung Mytha lagi.
“Apa yang mereka katakan, Mytha?” Tanya Dony, yang sejak awal hanya diam. Sepertinya dia kurang menyukai ketiga teman barunya itu.
“Saat bertanya pada masyarakat sekitar, mereka mengatakan bahwa keluarga itu memang hanya berjumlah 4 orang. Mereka mengatakan, keluarga itu memang tertutup dan jarang bergaul dengan masyarakat sekitarnya.” Kata Mytha. Dia menarik napas dalam sebelum melanjutkan ceritanya.
“Saat aku menanyakan polisi, aku berhasil menemui polisi yang menangani kasus itu dulu. Beliau masih menyimpan file kasus itu. Oh, sebelum melanjutkan ceritaku, ayo kita masuk ke rumah itu dulu. Akan kutunjukkan jika ceritaku benar.” Kata Mytha lagi.
Mereka berjalan masuk ke dalam rumah itu. Pada siang itu, kondisi ruangan pada rumah itu tetap gelap, meskipun ada sedikit cahaya matahari menerobos masuk ke dalamnya. Saat masuk, Mytha langsung menuju ke sebuah rak buku di mana dia menemukan album itu. Dia terlihat sedikit terkejut. Melihat ekspresi sahabatnyanya yang tiba-tiba berubah, Rossy langsung bertanya.
“Ada apa Mytha? Kenapa kamu terlihat cemas?” Tanyanya.
“Ada seseorang yang merubah letak album ini. Aku ingat dengan jelas saat itu aku meletakkan album itu di sini.” Katanya seraya menunjukkan tempat dimana ia merasa meletakkan album itu sebelumya. Dengan wajah yang cemas, ia membuka album itu dan mencari foto yang ia lihat. Ia juga menduga-duga siapakah orang yang memindahkan album itu. ‘Dan untuk apa orang itu melihat album lama itu?’ gumamnya dalam hati.
“Nah, ini dia fotonya.” Kata Mytha setelah menemukan foto yang dia cari. Dia melepas foto itu dan memperhatikan dengan detil foto itu sampai ditemukannya tanggal percetakan foto itu. “Foto ini dicetak pada tanggal 15 April 1993. Sedangkan pembunuhan itu, yang aku dapat dari polisi itu, terjadi pada tanggal 17 September 1995. Itu artinya ada satu orang lagi yang masih tersisa dari keluarga itu. Dan jika memang benar anak itu masih hidup sampai sekarang, berarti dia seumuran dengan kita.” Kata Mytha. Dia memang cerdas dalam hal mengumpulkan data dan mengolah data itu. Meskipun sedikit pendiam, dia itu seperti ‘air tenang yang menghanyutkan’.
“Tapi Mytha, bisa saja Ibu itu mengalami keguguran sebelum melahirkan anaknya.” Kata Fandy menolak analisis Mytha.
“Fandy benar, Mytha.” Kata Riko angkat bicara. “Jika memang benar mereka memiliki seorang anak lagi, tidak mungkin masyarakat sekitar sini tidak mengetahui tentang itu.” sambungnya.
“Itu tidak mungkin. Aku juga sudah bertanya pada masyarakat sekitar, apakah Ibu itu pernah mengalami keguguran atau adakah salah seorang anaknya meninggal. Tapi, mereka mengatakan tidak ada satu pun kemungkinan itu yang terjadi.” Kata Mytha tidak mau kalah. “Untuk pendapat Riko, aku dapat informasi, ada seseorang yang pernah bekerja di rumah itu sebagai Baby Sitter. Namanya Aminah. Mungkin saat ini beliau sudah berusia sekitar 40 tahun. Mungkin beliau mengetahui tentang anak yang mungkin masih tersisa dari keluarga itu.” kata Mytha lagi.
“Baiklah, untuk pencarian anak yang tersisa itu, kita lakukan nanti saja. Sebaiknya kita mulai menyelidiki rumah ini. Sudah pukul 11 sejak kita datang ke sini. Kita harus memperhatikan hal sekecil apapun di rumah ini yang bisa menjadi petunjuk tentang rahasia di rumah ini, dan kasus pembunuhan 15 tahun yang lalu.” kata Fandy memotong pembicaraan tentang keluarga itu.
“Yah. Fandy benar. Kita datang ke sini untuk mendapatkan bukti.” Kata Dony. Rossy dan Zhee mengangguk tanda setuju.
Mereka mulai menjelajahi rumah itu. Ruang tamunya masih seperti yang mereka lihat pada malam dimana mereka uji nyali. Saat memasuki ruangan berikutnya, mereka menemukan boneka yang telah tercabik-cabik masih tergeletak di sana. Mereka mengamati boneka itu sejenak. Karena tidak menemukan apa-apa, mereka berlalu dari ruangan itu. Namun sebelum berlalu dari ruangan itu, ada beberapa lukisan yang baru mereka lihat di dinding ruangan itu. Ada lukisan bunga, hutan, dan lukisan abstrak.
Setelah mengamati sekilas, mereka menuju ruangan selanjutnya. Di ruangan itu terdapat sebuah lemari kecil. Mungkin di atas lemari itu tempat meletakkan sebuah televisi yang sekarang sudah tidak berbekas lagi. Di ruangan itu terdapat sebuah sofa tepat di depan lemari itu, mengelilingi sebuah meja kecil. Dan di kedua sudut ruangan, terdapat dua buah tangga menuju ke lantai 2 rumah itu.
Mytha, Riko, dan Rossy naik ke lantai dua rumah itu. Memeriksa kamar-kamar yang ada di sana. Dony dan Fandy memeriksa kamar-kamar yang terdapat di lantai satu. Dan Christ dan Zhee memeriksa dapur dan teras belakang rumah itu.
Mytha, Riko dan Rossy memasuki satu per satu kamar yang ada di lantai itu. sepertinya kamar pertama yang mereka temui adalah kamar anak laki-laki yang terbunuh itu. Kamar itu cukup luas. Ada beberapa poster penyanyi terkenal pada tahun 80-an yang melekat pada dinding kamar itu. Ada bercak-bercak hitam pada dinding yang berwarna biru yang sudah pudar itu. Mungkin itu adalah percikan darah anak laki-laki itu pada saat pembunuhan itu terjadi.
Rossy merinding ketika memasuki kamar itu. Dia membuka-buka lemari yang terdapat di kamar itu untuk memeriksanya, ketika tiba-tiba dari dalam lemari pakaian muncul seekor laba-laba besar. Dia menjerit ketakutan yang membuat Mytha dan Riko amat terkejut.
“Tenanglah, Rossy. Itu hanyalah laba-laba.” Kata Mytha menenangkan Rossy yang ketakutan. Riko mengusir laba-laba itu, dan kemudian menunjukkan sebuah buku yang dia temukan. Riko membuka-buka halaman buku itu di depan Rossy dan Mytha. Buku itu hanyalah sebuah buku biasa. Namun, di dalam buku itu terdapat beberapa halaman yang tersobek seperti sengaja di gunting.
“Cobalah kalian lihat apa yang baru saja aku temukan.” Kata Riko. “Nomor-nomor halaman yang ada di buku ini sengaja di gunting oleh seseorang dan dia menempelkan nomor-nomor itu di halaman paling belakang buku ini. Nomor-nomor itu seperti membentuk suatu pola tertentu.” Katanya lagi.
“Apa yang tertulis di sana, Riko?” Kata Mytha tidak sabar ingin melihat kode itu secara langsung. Namun, Riko tidak menyerahkan buku itu pada Mytha.
“Itu pasti kode hartanya! Kita harus memberitahu yang lainnya.” Kata Rossy langsung menimpali dengan bersemangat.
“Baiklah, nanti kita beritahu mereka. Masih ada 2 kamar lagi yang harus kita periksa. Semoga saja kita bisa menemukan lebih banyak petunjuk.” Katanya Riko mengingatkan tugas mereka dan segera memasukkan buku itu ke dalam tas nya. Rossy dan Mytha tidak protes akan hal itu.
Di lantai satu, Dony dan Fandy memasuki salah satu kamar yang ada di sekitar ruang keluarga itu. Kamar itu begitu besar. Mungkin bekas kamar Tuan dan Nyonya di rumah itu. Dony dan Fandy memeriksa lemari dan meja-meja berlaci yang ada di ruangan itu. Namun, mereka tidak menemukan apapun. Mereka pandah ke seberang ruangan keluarga itu, memasuki sebuah kamar lagi. Mungkin bekas kamar pembantu. Kamar itu rapi. Lemari-lemarinya kosong. Mungkin pembantu itu segera pergi dari rumah itu ketika Tuan nya terbunuh. Karena tidak menemukan apa-apa, mereka lalu duduk di sofa yang ada di ruang keluarga itu.
Di dapur, Christ dan Zhee memeriksa lemari-lemari yang ada di ruangan itu. Mereka menemukan beberapa bungkus makanan yang sudah sangat lama. Makanan itu sudah membusuk dan mencemari udara di sekitarnya. Mereka juga memeriksa saluran air yang ada di rumah itu, dan ternyata masih mengalir. Selain saluran air yang msaih mengalir, mereka tidak menemukan apapun lagi di dapur itu. Mereka langsung menuju ke teras belakang rumah itu. Namun, pintu belakang rumah itu sudah tidak bisa terbuka. Engsel-engselnya yang penuh karat, hampir patah bila di buka. Akhirnya, mereka berdua memutuskan untuk tidak jadi memeriksa teras dan halaman belakang rumah itu dan kembali ke ruang keluarga dimana Dony dan Fandy sudah duduk menunggu di sofa tua di ruangan itu.
Di lantai dua, Mytha, Riko dan Rossy pun pergi menuju ke kamar di sebalah kamar itu. Dinding kamar itu berwarna merah muda. Menggambarkan ciri khas kamar anak perempuan. Kamar berdebu itu, meskipun telah lama di tinggalkan oleh pemiliknya, masih menampakkan kerapiannya. “Anak yang sangat teliti.” Pikir ketiga remaja itu.
Setelah beberapa lama mencari dan menggeledah kamar itu, mereka tidak menemukan apa-apa, kecuali suatu kejanggalan yang ada di kamar itu. Mytha menyadari kejangggalan itu, karena dialah satu-satunya yang memperhatikan album foto itu dengan sangat teliti.
“Tidak ada satupun boneka ada di kamar ini. Padahal pada album foto itu, anak perempuan itu sedang memegang boneka. Aneh sekali jika tidak ada satupun boneka di kamar ini.” Katanya.
“Mungkin boneka-boneka itu telah di pindahkan seseorang.” Kata Riko menambahkan analisis Mytha.
“Siapa yang telah memindahkan boneka itu? Dan apa tujuannya?” gumam Mytha seolah pada dirinya sendiri.
“Mungkin pembunuh itu.” kata Rossy. Terlihat dia sedikit gemetaran dan ketakutan. “Mungkin dia masih hidup dan dia sudah lebih dulu datang ke sini sebelum kita. Aku yakin boneka itu ada hubungannya dengan harta itu. terbukti dengan adanya boneka tercabik yang kita temukan.” Katanya lagi. Kali ini benar-benar membuat Riko dan Mytha cemas.
“Sebaiknya kita segera berkumpul dengan teman-teman yang lain dan membicarakan ini.” Kata Riko.
“Tapi kita belum memeriksa satu kamar lagi di lantai ini.” Kata Mytha bersikeras.
“Baiklah, kita segera ke kamar itu dan memeriksanya, dan setelah itu segera memanggil teman-teman yang lain.” Kata Riko lagi.
Mereka langsung menuju ke kamar di sebelah kamar anak perempuan itu. Kamar itu lebih terlihat seperti kamar bayi. Mereka langsung berpikir bahwa di kamar itu tidak tersembunyi apapun dan langsung pergi dari kamar itu.
Di ruang keluarga, Dony, Fandy, Christ, dan Zhee sedang membicarakan hasil pemeriksaan mereka. Sepertinya mereka bosan karena tidak menemukan petunjuk apapun. Mytha, Riko dan Rossy pun segera bergabung dengan mereka dan menceritakan apa yang mereka temukan. Riko mengeluarkan buku yang di temuinya. Dia menunjukkan nomor-nomor halaman yang di gunting, dan kode yang ada dibelakang buku itu.
Kode itu membentuk susunan angka acak dan ada tulisan lain di dekatnya yang berbunyi, “CARILAH DIMANA HARTAKU BERADA”.

Mereka memperhatikan sejenak kode itu dan dengan cepat mereka bisa menebak maksud kode itu.
“Apa-apaan kode ini? Benarkah ini kode harta yang di sembunyikan di rumah ini?” Kata Dony. “Kode ini terlalu gampang. Ini kode anak-anak. Sangat tidak cocok untuk sebuah kode yang menunjukkan ‘harta’.” Sambungnya lagi.
“Kamu benar, Dony.” Kata Riko. Ia lalu berkata lagi, “Aku jadi tidak yakin ini adalah kode harta itu. Ini terlalu gampang.”
“Tapi bagaimana jika kita coba cari petunjuk pada tempat yang ditunjukkan oleh kode itu?” kata Zhee. “Tidak ada salahnya untuk mencoba, kan?” Perkataan itu di sambut oleh anggukan Rossy dan Christ.
“Teman-teman, sebaiknya kalian jelaskan arti dari kode itu kepada pembaca, agar mereka mengerti tempat apa yang kalian maksud.” Kata Fandy tiba-tiba.
“Oh, baiklah.” Kata mereka serempak.
“Wah, hebat sekali. Kalian kompak sekali. Lalu, siapakah yang akan menjelaskan kode itu?” kata Fandy lagi. Semuanya menunjuk Dony. Mau tidak mau, dia mulai menjelaskan.
“Kode ini sangat gampang. Kita tinggal mengganti angka-angka itu menjadi huruf. Misalkan, angka ‘1’ artinya ‘a’, dan seterusnya.” Jawab Dony.
“Lalu, arti kodenya apa, Pak Guru?” Goda teman-temannya yang lain.
“Artinya, ‘BUNGA BERBINGKAI’, anak-anak.” kata Dony dengan gaya yang di buat seperti seorang guru yang sedang menjelaskan di depan murid-muridnya.
“Baiklah, sekarang kita ke tempat yang di tunjuk oleh kode itu.” kata Fandy.
“Tunggu, Fandy. BUNGA BERBINGKAI itu dimana?” kata Rossy memotong. Yah, wajar sih. Biasanya dia yang paling lamban dalam berpikir.
“Kamu belum mengerti BUNGA BERBINGKAI itu apa? Teman-teman yang lain pasti sudah mengerti apa arti kata itu.” kata Dony dengan gaya mengejek.
“Kalau tidak mau memberitahu, ya sudah. Tidak apa-apa.” Kata Rossy ngambek.
“Baiklah. Sebelumnya, apa kamu sudah memperhatikan rumah ini dengan baik?” Tanya Dony.
“Tentu saja sudah.” Kata Rossy. “Eh, apakah kata itu berarti Lukisan Bunga?” Tanya Rossy dengan mata berbinar.
“Nah, akhirnya mengerti juga.”kata Dony.
“Huh. Iya, Pak Guru dengan IQ 140!!” kata Rossy. Sepertinya dia masih ngambek.
“Sudahlah, kalian.” Kata Riko memotong. Sebaiknya kita segera menuju Lukisan Bunga itu.
Mereka semua mulai mencari lukisan yang disebutkan dalam kode itu. Dan ternyata lukisan itu terletak tidak jauh dari mereka. Mytha sudah lebih dulu mengamati lukisan itu. Dia mencoba melepaskan lukisan itu dari dinding tempatnya tergantung. Ternyata lukisan itu jauh lebih bersih dibanding lukisan yang lainnya yang tergantung di dinding.
“Sebenarnya apa yang tersembunyi di rumah ini?” gumam Mytha seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Apa yang orang-orang incar di rumah ini sampai harus membunuh satu keluarga itu?” tanyanya.
“Memangnya ada apa, Mytha?” Tanya Riko khas dengan suara beratnya.
“Lukisan ini. Lukisan ini terlalu bersih untuk sebuah rumah yang sudah 15 tahun tidak berpenghuni.” Katanya. “Mungkin sekitar dua sampai tiga bulan yang lalu pembunuh itu ke rumah ini dan berhasil menemukan kode itu”
“Apakah itu berarti pembunuh itu telah berhasil mendapatkan harta itu?” Tanya Zhee.
“Tidak. Aku rasa pembunuh itu belum mendapatkan harta itu.” kata Christ.
“Bagaimana kamu bisa yakin akan hal itu, Christ?” Tanya Zhee dan Rossy hampir bersamaan.
“Baca kertas ini!” kata Christ dambil menyerahkan sobekan kertas yang tidak beraturan. “Aku baru saja menemukan kertas itu di antara kaca lemari di sana.” Katanya lagi sambil menunjukkan lemari yang terletak di seberang ruangan tempat mereka berada.
“Coba kulihat.” Kata Fandy. Dia terbelalak ketika membaca apa yang tertulis di kertas itu. Yang lainnya semakin penasaran dengan isi kertas itu dan segera menggerombol untuk melihat tulisan pada kertas itu. Tulisan itu masih baru. Kertasnya masih putih bersih, namun kertasnya sudah sedikit lecek akibat terlipat-lipat.

“Ini tidak mungkin.” Kata Rossy. Dia sangat ketakutan. Mytha juga langsung gemetaran ketika membaca tulisan yang ada di kertas itu. Dugaannya ternyata benar. Masih ada seorang lagi yang mengincar harta itu. Mungkinkah seseorang itu adalah pembunuh keluarga kaya itu?
Teman-temannya yang lain juga tidak bisa menyembunyikan ketakutan dan kecemasan mereka. Dengan pembunuh yang berkeliaran dan mengawasi mereka, bagaimana mereka bisa tenang? Meskipun dalam jumlah mereka menang karena pembunuh itu berjumlah 2 orang. Tetapi pembunuh tetaplah pembunuh. Seseorang yang dapat membunuh dengan mudahnya tanpa rasa kasihan dan rasa bersalah, hati nuraninya pasti telah mati. Dan dia pasti sanggup melakukan apapun tanpa ragu meskipun itu adalah membunuh keluarganya sendiri.
Setelah mendapatkan surat ancaman itu, ketegangan di antara mereka semakin tinggi. Mereka lebih banyak diam. Namun, sepertinya mereka belum mau menyerah tentang harta itu, terlebih Mytha dan Rossy. Mytha, meskipun dengan tangan yang gemetar, dia mulai membersihkan lukisan bunga yang mereka temukan dengan sapu tangannya. Setelah bersih, dia dan mulai mengamati lukisan itu dengan seksama. Teman-temannya yang sebelumnya ragu-ragu untuk meneruskan penyelidikan mereka yang sangat berbahaya, mulai terpengaruh dan ikut mengamati lukisan itu.
“Lihat, teman-teman!” Zhee tiba-tiba berseru. Dia lalu menunjukkan salah satu sudut lukisan itu. Terlihat beberapa tulisan aneh seperti kode pada tempat yang ditunjuknya.
“Itu kode selanjutnya, teman-teman.” Kata Riko semangat.
“Apa kalian tidak takut pada peringatan itu, teman-teman?” Tanya Mytha. “Nyawa kalian bisa melayang jika kalian meneruskan penyelidikan ini.” Katanya lagi.
“Kami sebenarnya takut. Tapi, ketika melihat semangatmu, kami jadi berpikir betapa menariknya jika penyelidikan ini diteruskan.” Kata Rossy mewakili teman-temannya karena dialah yang paling ketakutan saat melihat surat ancaman itu.
“Aku berbeda dari kalian.” Kata Mytha. “Aku tidak masalah jika aku mati. Aku akan melanjutkan penyelidikanku sampai akhir. Karena aku tidak memiliki hal yang berharga seperti kalian.” Katanya lagi.
“Apa yang kamu katakan, Mytha. Kata Dony. Apakah kami, teman-temanmu, bukan hal yang berharga untukmu? Dan juga, ibumu masih menunggumu di rumah.” Kata Dony jengkel mendengar perkataan Mytha.
“Dony benar. Kami teman-temanmu. Kami tidak akan membiarkan kamu sendirian.” Kata Rossy.
“Benar, Mytha. Tidak boleh berbicara seperti itu.” Kata Riko. Dia bertanya-tanya. Apakah Mytha benar-benar ingin mati? Dia yang beru mengenal Mytha dan teman-temannya, tentu saja bingung dengan apa yang terjadi.
Tiba-tiba Mytha tertawa keras. Teman-temannya bingung melihat tingkah lakunya.
“Kalian semua tertipu dengan gampang sekali!! Hahaha..” katanya di sela-sela tawanya. “Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu. Aku senang karena aku mempunya teman yang peduli padaku seperti kalian.” Katanya lagi.
“Ahh. Mytha. Kamu membuat kami takut.” Kata Rossy. “Kami pikir kamu sungguh-sungguh mengatakan itu.” sambungnya. Teman-teman yang lainnya pun merasa lega, walaupun mereka tidak bisa menghilangkan kecemasan karena surat ancaman yang mereka terima.
Di tengah keceriaan sekaligus kecemasan yang melanda ketujuh remaja itu, ada seseorang yang mengamati mereka. Dia berkata dalam hati, “Siapakah di antara mereka berdua yang merupakan keturunan keluarga itu? Dia harus segera di lenyapkan.” Orang itu terus mengamati remaja-remaja itu dengan tatapan tajam yang ingin membunuh.
Ketujuh remaja itu berhenti tertawa dan mereka memutuskan untuk memecahkan kode yang ada pada lukisan itu. Kode itu terdiri dari beberapa bentuk, seperti bulan, orang-orangan, kubus, dan lain-lainnya.

Mereka berpikir dengan keras untuk memecahkan kode ini. Setelah beberapa lama, Christ angkat bicara. “Sepertinya aku mengerti arti kode ini.” Katanya.
“Bagaimana cara membacanya?” Tanya Fandy ingin tahu.
“Begini, teman-teman. Kita lihat gambar kode itu. Gambar itu mewakili satu huruf. Misalnya gambar bulan, mewakili huruf ‘B’, orang-orangan mewakili huruf ‘O’, dan seterusnya.” Katanya menjelaskan.
“Sederhana sekali kode itu?” kata Fandy. “Semakin lama, aku merasa kode ini seperti permainan anak-anak.” Katanya lagi.
“Jadi, arti kode itu adalah… Hm. Tunggu sebentar. Artinya adalah BONEKA KUMA?” Tanya Zhee.
“Iya. Artinya BONEKA KUMA.” Kata Christ. “Tapi aku masih tidak mengerti maksud dari BONEKA KUMA itu apa.” Katanya lagi. Hening sejenak. Semuanya berpikir keras untuk memecahkan kata-kata itu.
“BONEKA KUMA. Mungkin yang dimaksud adalah boneka beruang yang di pegang anak perempuan keluarga ini yang ada di dalam foto.” Mytha tiba-tiba memecah keheningan. “KUMA adalah bahasa Jepang untuk BERUANG. Lagipula, bukankah kamar anak-anak itu terlihat sangat Jepang sekali?” Sambungnya.
“Mungkin Mytha benar. Christ, tolong ambilkan album yang ada di lemari di ruang depan.” Kata Fandy. Christ pun segera mengambil album itu dan menyerahkannya pada teman-temannya. Dony hanya memperhatikan teman-temannya karena dia sudah tidak tertarik dengan kode yang menunjukkan harta itu. Menurutnya, itu terlalu mudah untuk menyembunyikan sesuatu yang berharga.
“Ini boneka beruang yang harus kita cari.” kata Mytha.
“Apakah BONEKA KUMA itu adalah boneka yang di cabik-cabik itu?” Tanya Christ.
“Sepertinya bukan. Bonekanya sedikit berbeda daripada boneka yang ada di foto.” Kata Mytha.
Rossy dan Riko berpikir dan membayangkan apakah di kamar yang mereka periksa terdapat boneka beruang seperti itu. Namun, akhirnya mereka menyerah dan memutuskan untuk memeriksa kamar itu sekali lagi. Teman-teman yang lain, kecuali Dony, juga mulai memeriksa boneka-boneka yang ada di lemari di ruangan itu dan di ruang tamu. Namun, mereka tidak menemukan dimanapun.
Dony duduk di sofa yang ada di tengah ruangan dan mengamati teman-temannya. Dia merasakan perasaan aneh yang menakutkan. Sejenak dia menoleh ke arah jam tangan di tangan kirinya. Namun, setelah beberapa saat barulah dia menyadari bahwa hari sudah sore dan mereka harus segera pulang. Namun, melihat teman-temannya yang sedang semangat mencari, dia hanya berkata dengan pelan, “Teman-teman, ada yang menyadari pukul berapa sekarang? Sudah pukul 5 sore. Ayolah, hentikan permainan membosankan ini.” Katanya pelan karena tidak mau menggganggu kesenangan teman-temannya.
“Dony! Kenapa malah enak-enakan duduk? Ayo bantu kami!” teriak Rossy.
“Permainan ini membosankan!” sahut Dony. “Aku tidak tertarik.” Katanya lagi.
Seseorang yang sedang memperhatikan kegiatan para remaja itu senang mendengar perkataan Dony. Dia berharap Dony segera pulang dan anggota pencari itu semakin sedikit sehingga dia bisa menguasai harta itu sendirian dan dapat melenyapkan anggota terakhir keluarga itu.
Riko kemudian mengumpulkan semua teman-temannya untuk membagi tugas pencarian karena mereka tidak bisa menemukan boneka itu dimanapun. Karena Dony tidak mau ikut pencarian itu, Riko membagi kelompok menjadi 2 kelompok beranggota tiga-tiga orang. Fandy, Mytha dan Christ satu kelompok. Sedangkan Zhee, Riko sendiri dan Rossy bersama-sama.
Setelah pembagian kelompok, mereka mulai mencari ke seluruh rumah dan mereka mengabaikan hari yang sudah sore. Fandy, Mytha, dan Christ memeriksa lantai atas yeng terdapat kamar anak-anak dan beranda. Dan Riko, Rossy, dan Zhee memeriksa di bagian kamar tidur tuan rumah, teras belakang, ruang tamu, dan teras depan.
Fandy, Mytha, dan Christ memeriksa kamar-kamar itu sekali lagi dengan lebih seksama. Namun, mereka tidak juga menemukan apapun di kamar-kamar itu. Mereka beralih ke beranda. Dan Di sana, mereka juga tidak menemukan apapun, selain debu-debu yang tebal menutupi lantai.
Di ruang tamu, Rossy, Riko, dan Zhee menyebar untuk mendapatkan boneka itu lebih cepat. Namun, tidak berapa lama setelah itu, terdengar teriakan Rossy. Zhee dan Riko dan teman-temannya yang lain segera ke tempat asal teriakan itu dan menemukan Rossy terjatuh pingsan dengan sebuah luka tusukan diperutnya. Di sampingnya, terdapat kertas yang tertulis dengan darah:

Mytha menangis melihat temannya yang berlumuran darah. Dony dan Fandy segera memanggil ambulans. Sedangkan Zhee, Christ, dan Riko hanya berdiri terpaku. Terguncang akibat kejadian barusan.
“Apakah Rossy baik-baik saja? Apakah kita semua akan mati?” Tanya Mytha dalam isakannya. “Pembunuh itu selalu mengawasi kita! Dia selalu ada di sekitar kita dan mengawasi semua yang kita lakukan.” Mytha histeris melihat temannya. Mytha yang begitu tegar bisa menjadi histeris seperti itu. Dony dan Fandy berusaha melakukan pertolongan pertama pada Rossy dan mencoba menghentikan pendarahannya.
Tidak lama kemudian, Ambulans datang dan membawa Rossy ke rumah sakit terdekat. Teman-temannya yang lain, Mytha, dan Dony, dan Fandy masih melanjutkan pencarian mereka. Mereka percaya Rossy akan selamat.
Karena Rossy ditusuk, Mytha, Fandy, dan Dony menjadi tidak ingin berhenti melakukan pencarian. Mereka ingin mencari orang yang telah menusuk Rossy. Dan menguak kisah terbunuhnya satu keluarga di rumah itu. Mereka sengaja tidak memanggil polisi, karena mereka percaya mereka dapat menguak misteri itu.
Tidak lama setelah itu, ambulans datang dan Rossy di bawa ke rumah sakit. Dan Riko mengajak para remaja itu untuk pulang, karena ia tidak ingin melihat ada korban lagi. Dengan bujukan Christ dan Zhee, akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing.
Mytha, Fandy, dan Dony tidak langsung pulang, namun menyusul Rossy ke rumah sakit karena mereka sangat mengkhawatirkan keadaan temannya itu. Sampainya di rumah sakit, Rossy masih dalam keadaan kritis. Dia belum sadar dan sepertinya lukanya cukup dalam.
Dalam perjalanan pulang, mereka membicarakan kejadian yang mereka alami di rumah kosong itu. Mereka kesal dan sedih dengan kejadian yang di alami teman mereka.
“Aku ingin mencari pembunuh itu.” kata Mytha.
“Kami juga sama sepertimu, Mytha.” Kata Dony geram. “Aku tidak bisa membiarkan pembunuh itu menyakiti temanku. Tetapi, apakah motif pembunuh itu hanyalah ingin menguasai harta itu? Jika benar begitu, kenapa Rossy yang di tusuk? Kenapa bukan Riko atau Zhee yang satu kelompok dengannya? Padahal jika di lihat, posisi Rossy saat itu lebih jauh dari pintu masuk dibandingkan Zhee ataupun Riko.” Kata Dony penuh tanda tanya.
“Apakah kita harus mencurigai mereka? Aku tidak suka mencurigai teman sendiri.” Kata Fandy.
“Kita harus memikirkan kemungkinan yang paling mungkin, meskipun itu harus mencurigai teman sendiri.” Kata Dony. “Namun, sejak awal aku sudah tidak menyukai mereka. Saat kalian mencari boneka itu, aku terus mengawasi mereka. Aku merasakan firasat buruk dengan kehadiran mereka, mulai dari kita pertama kali bertemu mereka. Saat Rossy di tusuk, apakah mereka tidak melihat ada seseorang yang masuk? Itu aneh sekali bukan?” kata Dony.
“Mungkin saja mereka sibuk dengan pencarian boneka itu, dan jarak mereka dengan Rossy agak jauh. Kita tidak boleh mencurigai seseorang tanpa bukti yang kuat.” Kata Mytha.
“Kertas yang ada di samping Rossy. Kalimat itu lumayan panjang. Apakah ada seseorang yang bisa menulis dengan sangat cepat dan segera pergi keluar dari ruangan yang besar itu? Kita telah masuk ke ruang tamu itu hanya sekitar 20 detik setelah mendengar teriakan Rossy. Dan kita tidak melihat seseorang keluar dari ruangan itu. Meskipun di dalam rumah sudah gelap, keadaan di luar rumah masih terang. Setidaknya kita masih bisa melihat siluetnya jika memang benar ada seseorang yang keluar. Di dalam ruangan itu juga sudah kita periksa. Tidak ada siapa-siapa lagi selain kita yang ada di dalam ruang tamu itu dan ruang keluarga yang ada di sampingnya.” Kata Dony panjang lebar menjelaskan analisisnya.
“Kamu benar juga, Dony.” Kata Mytha. “Bagaimana jika besok kita pergi ke rumah itu lagi, dan kita temukan harta itu sekaligus pembunuh keluarga itu.” kata Mytha.
“Tetapi besok kita sekolah kan, Mytha.” Kata Fandy. Nadanya menyiratkan kalau dia tidak setuju dengan ide Mytha.
“Aku tidak perduli dengan sekolah. Aku ingin menebus kesalahanku.” Kata Mytha lagi.
“Kesalahan? Kamu tidak pernah bersalah pada siapa pun diantara kami.” Kata Dony.
“Tidak. Kalian salah. Jadi, bagaimana? Kalian ikut atau tidak?” Tanya Mytha. Mungkin ingin mengalihkan pembicaraan.
“Kami ikut!” kata Dony dan Fandy bersamaan.
“Baiklah. Besok, pada jam 7, kita sudah harus berkumpul.” Kata Mytha.

Bagian pertama lihat disini
Bagian ketiga lihat disini

0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲